Selasa, 10 Januari 2017

Kebijaksanaan Islam untuk Mengarungi Kehidupan


Judul buku: Al-Hikam Al-Islamiyyah: Untaian Mutiara Kebijaksanaan Islam dalam Kitab Suci, Sabda Nabi, dan Ujaran Ulama Sufi
Penulis: Imam Jamal Rahman
Penerbit: Serambi, Jakarta
Cetakan: Pertama, Juni 2016
Tebal: 330 halaman
ISBN: 978-602-290-067-2


Kebahagiaan hidup akan sulit diraih jika hanya dijalani secara dangkal. Kebahagiaan membutuhkan penghayatan yang mendalam untuk memaknai setiap tapak saat menjalani kehidupan. Penghayatan hidup ini dapat diraih dengan orientasi yang jelas berlandaskan nilai-nilai spiritual.

Imam Jamal Rahman, praktisi dan ahli spiritualitas agama-agama, melalui buku ini memaparkan butir-butir mutiara spiritualitas Islam yang dapat dijadikan kemudi dan titik tolak orientasi dalam menjalani hidup. Ada 33 mutiara spiritualitas yang dijelaskan Rahman dalam buku ini. Sumbernya berasal dari al-Qur’an, hadis, dan ujaran ulama sufi.

Rahman memulai uraiannya dengan kutipan dari sumber yang diacu, lalu diulas secara bebas dengan penekanan pada aspek spiritualitas tertentu. Di setiap penutup ulasannya, Rahman memberikan renungan praktis yang dapat dijadikan latihan untuk membentuk dan mempertajam aspek spiritualitas yang dibahas sebelumnya.

Menurut Rahman, kisah kehidupan Nabi Muhammad adalah salah satu sumber inspirasi spiritualitas yang sangat penting. Kisah Nabi Muhammad memperlihatkan kekuatan transformatif spiritualitas ketika ego berhasil ditundukkan dan ditransformasikan untuk melayani Tuhan dari segala kemanusiaan. Kemajuan Islam yang berarti setelah Nabi hijrah ke Madinah mengajarkan kepada kita bahwa perubahan hidup itu membutuhkan hijrah pribadi—baik perpindahan spiritual maupun fisik.

Sementara itu, orientasi hidup bermula dari pengenalan diri yang cukup. Misteri kehidupan harus dijawab dengan mengetahui siapa diri kita, dari mana kita datang, dan ke mana kita akan pergi. Kaum spiritual mengajarkan bahwa kehadiran manusia tak lain adalah untuk mengenal Tuhan. Selain dengan laku ibadah, jalan untuk mengenal juga ditempuh melalui pelayanan kepada manusia dan semua ciptaan. Pelayanan yang autentik akan mengantarkan seseorang pada unsur ilahi yang terdapat pada semua makhluk.

Namun jalan spiritual ini sering terhalang oleh selubung duniawi yang menyeret manusia pada jalur yang jauh dari tujuan ilahi. Menurut Rahman, selubung spiritual itu bisa berwujud kesehatan dan kekayaan. Kata Rahman, saat hidup kita tak ada masalah, saat kita baik-baik saja dan makmur, kita tidak banyak menaruh perhatian pada masalah-masalah spiritual.

Untuk menguatkan spiritualitas, Rahman mencatat pentingnya komunitas spiritual yang autentik, yakni orang-orang dekat yang tulus, penuh cinta, dan setia untuk saling mendukung dan membimbing dalam menapak jalan spiritual. Rumi menyebut komunitas semacam ini dengan Lingkaran Cinta. Individu-individu dalam komunitas ini akan saling menyokong, ibarat dinding yang berdiri membentuk bangunan sehingga bisa menopang atap.

Rahman juga berbicara tentang spiritualitas dalam kerangka masyarakat majemuk. Menurut Rahman, kita sering terkungkung dalam diri kecil kita termasuk dengan identitas kelompok kita sendiri. Lebih jauh, kita kadang memiliki perasaan superioritas moral di hadapan kelompok lain. Bagi Rahman, ini adalah cerminan ego diri yang belum berhasil dijinakkan.

Dalam situasi ini, ego yang masih liar ini dapat menutup peluang untuk bekerja sama dengan orang di luar kelompok kita.

Dalam konteks ini, firman Allah yang menjelaskan tentang keragaman ciptaan dalam al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 13 oleh Rahman dimaknai sebagai seruan untuk menjalin ikatan manusiawi tanpa harus terpaku pada identitas kelompok. Saling mengenal adalah basis kerja sama untuk kebajikan dan senjata untuk menumpas prasangka.

Rahman mengambil contoh kasus penolakan sebagian warga Amerika atas proposal untuk membangun satu masjid dan pusat antariman di Ground Zero di kota New York. Yang mengejutkan, 61 persen rakyat Amerika yang menolak ternyata secara pribadi tak punya kenalan seorang muslim seorang pun.

Selain gaya bertutur yang mengalir dan renyah, kelebihan buku yang versi bahasa Inggrisnya berjudul Spiritual Gems of Islam ini terletak pada aspek praktis yang dipaparkan untuk mempertajam aspek spiritualitas tertentu. Alur yang memberi ruang untuk panduan dan latihan praktis dalam buku ini persis seperti yang digunakan Rahman dalam karyanya yang lain yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yakni The Fragrance of Faith: The Enlightened Heart of Islam (diterjemahkan dengan judul Wajah Sejuk Agama) dan Sacred Laughter of the Sufis (diterjemahkan dengan judul Tiada Sufi Tanpa Humor).

Ketika menjelaskan kehidupan Nabi Muhammad sebagai sumber inspirasi spiritualitas, misalnya, Rahman memberi panduan agar pembaca mencoba mencontoh satu laku spiritual tertentu dari Nabi dalam waktu tertentu untuk merasakan kekuatan transformatif yang bisa dicapai.

Buku ini mengajak pembaca untuk menyelam ke kedalaman sari pati kehidupan, yakni spiritualitas yang autentik, yang belakangan ini tidak saja terselubung oleh arus kehidupan duniawi, tapi juga kadang tertutup oleh spiritualitas semu yang cukup memperdaya. Buku ini mencoba menyegarkan kembali sumber-sumber pokok ajaran Islam secara kontekstual dengan bingkai dimensi spiritual yang sangat penting untuk dikemukakan di tengah kecenderungan penghayatan keagamaan yang dangkal.

Tulisan ini dimuat di Harian Radar Madura, 8 Januari 2017.



0 komentar: