Minggu, 27 Desember 2015

Jurus Ampuh Menyingkir dari Sesat Pikir


Judul buku: Kitab Anti Bodoh: Terampil Berpikir Benar Terhindar dari Cacat Logika dan Sesat Pikir
Penulis: Bo Bennett, Ph.D.
Penerbit: Serambi, Jakarta
Cetakan: Pertama, September 2015
Tebal: 380 halaman


Kemampuan untuk berpikir benar bukanlah pembawaan yang senantiasa dimiliki setiap manusia. Menarik kesimpulan dan berpikir dengan benar adalah keterampilan yang harus dipelajari. Itulah yang dipelajari dalam ilmu logika yang dirintis oleh Aristoteles.

Buku ini adalah buku populer di bidang logika. Bo Bennett, Ph.D., penulisnya, tidak memaparkan istilah-istilah teknis dan cara bernalar menurut ilmu logika. Sebaliknya, Bennett mengambil jalan yang berbeda: ia menunjukkan secara jelas dan menarik berbagai jenis sesat pikir yang biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam ilmu logika, sesat pikir biasanya dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu sesat pikir karena bahasa, sesat pikir formal, dan sesat pikir material. Namun, karena ditujukan untuk pembaca umum, Bennett dalam buku ini langsung saja memaparkan lebih dari 300 bentuk cacat logika atau sesat pikir yang telah dihimpunnya selama bertahun-tahun (hlm. 23). Di setiap uraian bentuk cacat logika atau sesat pikir, Bennett memberinya nama, memberi gambaran singkat, rumus atau bentuknya, contoh, penjelasan, pengecualian, dan juga kiat untuk terhindar dari sesat pikir tersebut.

Sistematika uraian yang seperti ini memang cukup memudahkan pembaca untuk memahami tiap model yang diterangkan. Bahkan bisa terasa mengasyikkan karena contoh yang diangkat cukup sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.

Cacat logika yang paling populer, termasuk dalam ilmu logika, diistilahkan argumentum ad hominem. Sesat pikir model ini terjadi saat orang tidak menyerang substansi argumen yang dikemukakan, tapi justru menyorot pada orang yang melontarkan argumen.

Untuk model ini, Bennett menjelaskannya dalam tiga bentuk. Ada yang dengan cara menistakan pelontar argumen, mengacu pada konflik kepentingan, dan mengaitkan tanpa dasar. Misalnya, ada orang menyebut Pol Pot, pemberontak komunis Kamboja, yang sangat kejam dan menentang agama. Lalu ada yang menghubungkan seseorang, sebutlah ia Dadang, yang juga menentang agama dengan melabelinya sebagai orang yang juga sangat kejam (hlm. 35-40).

Dengan latar pengalaman dan kesarjanaan di bidang pemasaran dan psikologi sosial, Bennett juga menemukan argumen yang cacat di dunia bisnis. Di bidang bisnis, proposisi atau pernyataan banyak dipergunakan untuk membujuk. Misalnya sesat pikir yang disebutnya “mengacu kepada rayuan gombal.” Sering ditemukan dalam iklan kalimat yang menyatakan: “Anda harus membeli mobil ini karena Anda akan terlihat sangat keren dengan mobil ini. Bahkan Anda akan terlihat lebih muda di balik kemudi mobil ini” (hlm. 81).

Tak ada argumen dalam kalimat ini. Si penjual sama sekali tak mengemukakan argumen. Yang ada hanya pendasaran palsu berupa rayuan gombal.

Sesat pikir kadang juga dibangun melalui sikap subjektif berupa keberpihakan yang bersifat apriori. Saat ada sejumlah data yang dapat berstatus sebagai argumen, seseorang kadang menyeleksi bagian tertentu yang sesuai dengan kecenderungan subjektifnya. Ini yang oleh Bennett disebut “perhatian yang pilih-pilih.” Contohnya, saat ada informasi bahwa Indeks Harga Saham Gabungan menguat 200 poin dan rupiah menguat atas dolar Amerika, tetapi harga cabai rawit melambung, seseorang kadang kemudian mengatakan bahwa kondisi ekonomi sedang payah hanya dengan mendasarkan pada harga cabai rawit dan mengabaikan fakta lainnya (hlm. 320).

Ada juga pengelabuan dengan cara menonjolkan prestasi seseorang. Pelontar argumen menyebutkan beberapa keberhasilan yang dicapai seseorang, lalu menggunakannya untuk membenarkan salah satu pendapatnya (hlm. 52).

Memang benar bahwa tidak semua tindakan yang diambil seseorang selalu berdasarkan pada pertimbangan rasional yang ketat. Namun, membiarkan pandangan, keyakinan, tindakan, atau sikap kita berdasar pada argumen sesat pikir bukanlah sesuatu yang lucu.

Buku ini menuntun kita untuk menunjukkan berbagai bentuk sesat pikir di sekitar kita. Dengan mengenali berbagai bentuk sesat pikir dan menyingkirkannya, kita mengembalikan kehormatan diri kita sebagai makhluk otonom yang mampu bernalar.

Di tengah berbagai bentuk perbudakan akali dan bujuk rayu terselubung yang menipu, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan juga politik, buku ini adalah bagian dari upaya mendidik masyarakat agar cerdas dan kritis dalam mengambil sikap.


Tulisan ini dimuat di Harian Radar Madura, 27 Desember 2015.

0 komentar: