Selasa, 26 Agustus 2014

Annuqayah dan Perjuangan Kebangsaan

Makam KH Abdullah Sajjad (bendera merah putih) dan K M Khazin Ilyas

Peran pesantren dalam perjuangan kebangsaan Indonesia sangatlah nyata. Namun, sumber-sumber yang menegaskan hal ini masih belum banyak tersiar secara luas melalui dokumen tertulis yang mudah diperoleh masyarakat umum. Akibatnya, orang-orang yang sangat terbatas akses informasinya atas dunia pesantren sering hanya menempatkan pesantren sebagai dunia-kecil yang berkutat pada bidang keagamaan murni.

Bahkan, saat belakangan media memberitakan aksi terorisme yang di antaranya melibatkan lulusan pesantren, citra pesantren dalam kaitannya dengan perjuangan kebangsaan jadi terbalik. Semangat yang diajarkan pesantren seolah tak sejalan dengan kehidupan kebangsaan yang di antaranya berupa pengayoman atas seluruh masyarakat Indonesia yang beragam.

Sejarah peran pesantren dalam perjuangan khususnya yang bersifat lokal dan masih tercerai-berai itu kiranya penting untuk digali, didokumentasikan, dan kemudian disiarkan agar sejarah perjuangan kebangsaan Indonesia menjadi lebih utuh.

Di Sumenep pada khususnya dan Madura pada umumnya, salah satu pesantren yang tak boleh dilewatkan dalam kaitannya dengan perjuangan kebangsaan ini adalah Pesantren Annuqayah yang dahulu lazim disebut Pesantren Lukguluk. Perjuangan kebangsaan Annuqayah yang didirikan pada tahun 1887 sebenarnya sudah dicatat dalam buku Satu Abad Annuqayah yang terbit terbatas pada tahun 2000 (yang menjadi bahan utama tulisan ini).

Nama salah satu kiai pesantren ini telah tercatat sebagai salah satu nama jalan di kota Sumenep. Beliau adalah KH Abdullah Sajjad. KH Abdullah Sajjad adalah putra pendiri Pesantren Annuqayah yang berasal dari Kudus, Kiai Muhammad Syarqawi (w. 1910). Pada masa Agresi Militer Belanda tahun 1947, beliau yang saat itu baru menjadi Kepala Desa Guluk-Guluk memimpin Barisan Sabilillah menghalau laju pasukan Belanda yang bergerak dari arah Surabaya ke Sumenep. Di lapangan, Sabilillah dipimpin oleh ponakannya, yakni Kiai M Khazin Ilyas (w. 1948), yang dengan sengit memimpin langsung pertempuran di Dusun Orai, Pamoroh, Pamekasan, bersama saudaranya, Kiai Moh Ashiem Ilyas (1997), dan juga sepupunya, Kiai Ja’far Husain (w. 1368 H).

Berkat pelawanan yang gigih, laju pasukan Belanda yang melewati jalur tengah yang menghubungkan Pamekasan-Sumenep ini tertahan sampai beberapa bulan. Singkat cerita, setelah melalui siasat dan tipu daya, pada hari Selasa, 3 Desember 1947, KH Abdullah Sajjad meninggal di tangan tentara Belanda di lapangan Kemisan, Guluk-Guluk, setelah sekitar empat bulan mengungsi ke pedalaman Desa Karduluk, Pragaan.

Keterlibatan kiai-kiai Annuqayah pada perjuangan kebangsaan saat itu juga dilakukan secara berjejaring dengan tokoh-tokoh nasional. Pada tahun 1942, Kiai Moh Ashiem Ilyas dan Kiai Moh Amir Ilyas (w. 1996) yang menempuh pendidikan di Tebuireng juga berlatih kemiliteran dengan pasukan Hizbullah dan sempat bertempur di Sidoarjo selama dua pekan.

Kiai M Khazin Ilyas pernah mengikuti pendidikan kemiliteran bersama pasukan Peta (Pembela Tanah Air) di Jawa Barat. Beliau juga menjabat sebagai wakil ketua Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) pimpinan Bung Tomo yang untuk cabang Sumenep diketuai oleh Kiai Djauhari Chotib (w. 1971), dari PP Al-Amien, Prenduan.

Dari sumber-sumber lain yang masih berbentuk sejarah lisan, kita bisa meneguhkan bagaimana perjuangan Annuqayah dalam ikut merebut dan mempertahankan kemerdekaan ini sangatlah nyata. Saat ini, masih ada tokoh-tokoh yang juga bertempur langsung pada masa Agresi Belanda itu. KH Ahmad Basyir, misalnya, yang tak lain adalah putra KH Abdullah Sajjad dan sekarang menjadi Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Annuqayah, pada tahun 1947 juga turut bertempur di lapangan.

Selain terlibat dalam pertempuran, jauh sebelum kemerdekaan RI, pada tahun 1933, Pesantren Lukguluk mendirikan lembaga pendidikan formal yang sudah menggunakan sistem berjenjang (kelas) bernama Madrasah Salafiyah Annuqayah. Inilah cikal bakal nama Annuqayah yang sekarang menjadi sebutan/nama pesantren ini. Madrasah yang saat itu terdiri dari 5 jenjang ini digagas oleh Kiai M Khazin setelah terilhami oleh madrasah formal di Pesantren Tebuireng, Jombang.

Yang menarik, KH Moh Mahfoudh Husainy, salah satu tokoh pendidikan di Annuqayah yang meninggal tahun 2009, pernah mengemukakan pandangan bahwa dibukanya lembaga pendidikan formal ini adalah bentuk perjuangan kebangsaan Annuqayah yang saat itu menilai bahwa keberhasilan perjuangan kebangsaan dicapai dengan gerakan pendidikan sebagaimana dicontohkan oleh Ki Hajar Dewantara melalui Taman Siswa dan juga Budi Utomo.

Pandangan Kiai Mahfoudh ini penting untuk digarisbawahi saat mencermati peran Annuqayah saat ini dalam melanjutkan semangat perjuangan kebangsaan melalui ikhtiar pendidikan pada khususnya dan pengabdian masyarakat pada umumnya. Dengan kerangka pikir seperti ini, tak heran jika upaya pendidikan Annuqayah sejak dahulu dapat kita lihat dengan jelas. Untuk hal ini, kiai-kiai Annuqayah tak ragu belajar dan merangkul hal-hal di luar pesantren dalam rangka pendidikan dan semangat kebangsaan.

Pada tahun 1945, tak lama setelah proklamasi, tercatat bahwa Kiai Ilyas Syarqawi (w. 1959) langsung menanggapi pencanangan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan menggunakannya sebagai bahasa pengantar dalam pengajian kitab kuning di pesantren. Beberapa tahun setelah itu, Kiai Mahfoudh menggagas dimasukkannya pelajaran Bahasa Inggris ke dalam kurikulum Madrasah Salafiyah Annuqayah.

Berbagai catatan sejarah lokal yang memiliki semangat serupa dengan uraian singkat di atas, yakni tentang semangat perjuangan kebangsaan pesantren, sangat mungkin kita temukan di tempat lain. Bagaimanapun, tokoh agama di pesantren dari dulu hingga sekarang juga kerap berperan sebagai tokoh perubahan sosial yang di antaranya memperlihatkan etos kebangsaan yang luar biasa.

Upaya untuk menggali sejarah lokal seperti ini sangatlah penting untuk terus didorong oleh pihak-pihak yang berwenang di Madura, mulai dari pengurus publik (pemerintah), ilmuwan/akademisi, maupun orang pesantren sendiri. Catatan sejarah tersebut pasti akan sangat berharga untuk membangun cermin utuh identitas kebangsaan Indonesia yang akan menjadi modal besar dalam melangkah mengisi ruang kemerdekaan dan melanjutkan perjuangan para pahlawan bangsa.


Tulisan ini dimuat di Koran Madura, 25 Agustus 2014, dengan sedikit koreksi setelah disiarkan atas dasar masukan dari K. Muhammad Zamiel El-Muttaqien (di tulisan semula, atas dasar buku Satu Abad Annuqayah yang diterbitkan PP Annuqayah pada tahun 2000, saya menyebut KH Idris Jauhari sebagai ketua BPRI cabang Sumenep, sedang yang benar adalah KH Djauhari Chotib).

Read More..

Jumat, 22 Agustus 2014

Buku Pembangkit Minat Baca


Saat membantu pengelolaan Perpustakaan Madaris III Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, pada tahun 2008-2009, saya sempat memunculkan istilah “buku pembangkit minat baca”. Istilah ini digunakan untuk menyebut buku-buku yang dianggap mampu menarik dan membangkitkan minat baca siswa khususnya yang sebelumnya masih belum cukup akrab dengan buku.

Sebagai perpustakaan sekolah yang berada di wilayah pedalaman Madura yang sebagian besar siswanya berlatar dari keluarga golongan masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah, diperlukan upaya dan strategi khusus untuk memancing kegemaran siswa pada buku.

Saya berpandangan bahwa pemilihan buku koleksi perpustakaan menjadi kunci utama yang sangat penting untuk diperhatikan. Di tengah anggaran yang terbatas, perpustakaan harus cermat memilih buku. Pada titik inilah lalu muncul istilah “buku pembangkit minat baca”.

Yang dimaksud “buku pembangkit minat baca” adalah buku bermutu yang nyaman dicerna dan menyenangkan untuk dibaca bahkan oleh mereka yang masih tidak biasa atau malah fobia terhadap buku. Nah, pada waktu itu, saya berpikir bahwa yang masuk untuk kategori ini adalah buku yang bergaya tutur naratif sehingga nyaman dibaca dan mudah dicerna.

Dalam tulisan saya di tahun 2009, saya memberi contoh buku Muhammad karya Martin Lings (Serambi), Laskar Pelangi karya Andrea Hirata (Bentang), dan Ganti Hati karya Dahlan Iskan (JP Books). Sekali lagi, waktu itu saya terlalu fokus pada gaya penyajian bahasa untuk menilai apakah sebuah buku bisa disebut sebagai “buku pembangkit minat baca”. Saya tidak memberi perhatian yang cukup pada unsur “menyenangkan”.

Saya jadi berpikir ulang soal “buku pembangkit minat baca” ini setelah tulisan saya di blog ini yang memaparkan program “Tantangan Membaca 2.0” di SMA 3 Annuqayah dan juga disusul dengan daftar buku yang akan masuk dalam program tersebut ditanggapi banyak pihak. Salah satu butir komentar kritis yang saya terima, di antaranya oleh Ahmad Subhan dan Sekar Dinihari (keduanya pustakawan yang kebetulan saya kenal), atas program-program yang berusaha mendorong kegemaran membaca dan menulis di SMA 3 Annuqayah adalah bahwa berbagai program yang ada terkesan kurang menyentuh kelompok siswa yang kegemaran membaca dan kesukaannya pada buku masih lemah.

Dalam menanggapi salah satu posting saya di blog ini, Ahmad Subhan menulis: “Setelah membaca beberapa tulisan mengenai program tantangan membaca di blog ini dan Taman Karya Madaris, saya jadi menduga bahwa program ini baru memberi kesempatan bagi beberapa siswa yang sudah punya kebiasaan membaca dengan baik. Mungkin kebiasaan itu sudah terbangun pada mereka yang sedikit itu melalui berbagai cara yang bersifat individual. Program tantangan membaca membuka kesempatan bagi mereka yang ternyata menonjol ini untuk tampil.”

Sekar Dinihari, yang bersama suaminya yang seorang fotografer profesional pernah berkunjung dan berbagi ilmu di SMA 3 Annuqayah, menceritakan pengalaman pribadinya yang mengaku cenderung malas dengan buku tebal dan tak bergambar sama sekali. Baginya, membaca itu juga kudu menyenangkan sehingga dia mengaku selalu menekankan reading a book as an art dalam tiap diskusi tentang perpustakaan.

Komentar-komentar ini membuat saya diam sejenak dan berpikir ulang. Dari pengamatan selintas atas hasil pelaksanaan beberapa program yang berusaha mendorong kegemaran membaca di SMA 3 Annuqayah, saya jadi tersadar bahwa belakangan saya memang kurang fokus pada mereka yang memang masih jauh untuk dekat dengan buku. Memang, dari 11 siswa yang akhir tahun pelajaran 2013/2014 kemarin tuntas mengikuti program Tantangan Membaca, saya menemukan 4 di antaranya termasuk siswa yang tidak menonjol dalam kegiatan terkait buku dan kepenulisan, dan bahkan secara akademik di kelas tidaklah begitu menonjol. Ketuntasan 4 siswa ini bagi saya menjadi kabar gembira. Siswa yang di kelas tampak biasa-biasa saja ternyata bisa tuntas mengikuti program Tantangan Membaca, meskipun saat pemaparan hasil bacaannya secara lisan mereka memang masih tampak agak kesulitan.

Melihat hasil program Tantangan Membaca akhir tahun pelajaran lalu, saya malah tampak lebih tergoda untuk fokus dan mengembangkan program Tantangan Membaca ini, terbukti dengan munculnya gagasan program “Tantangan Membaca 2.0”. Namun, sekali lagi, komentar-komentar kritis dari beberapa rekan telah membuat saya berpikir ulang untuk kembali ke tujuan dasar program yang berusaha mendorong kegemaran membaca di SMA 3 Annuqayah. Kami tidak boleh hanya fokus memfasilitasi siswa yang sudah punya kebiasaan membaca dan kecintaan pada buku. Kami harus lebih memperhatikan mereka yang masih belum akrab dengan buku dan kegiatan membaca.

Untuk itu, saya jadi berpikir untuk menghidupkan kembali program “Perpustakaan Masuk Kelas” yang sempat terhenti karena persediaan naskah yang terbatas. Program yang mulai diperkenalkan di SMA 3 Annuqayah pada bulan Februari 2012 ini saat dievaluasi pelaksanaannya empat bulan kemudian ternyata menunjukkan antusiasme siswa secara umum untuk mulai akrab dengan bacaan bermutu. Keunggulan program ini terutama karena naskah yang disajikan benar-benar dipilih dengan cermat dan disuguhkan lengkap dengan kamus mini sehingga nyaman dan mudah dicerna. Panjang tulisan yang relatif pendek juga membuat siswa relatif tidak berat untuk mencerna bacaan yang disajikan.

Selain program “Perpustakaan Masuk Kelas” itu, untuk persiapan program Wajib Baca dan program Tantangan Membaca pada tahun pelajaran 2014/2015 ini, saya berusaha untuk menghimpun daftar “buku pembangkit minat baca” untuk segera dikoleksi oleh SMA 3 Annuqayah. Untuk menyusun daftar ini, saya sekarang mencoba ingin memberi penekanan pada unsur “menyenangkan”. Saya tak ingin mengulangi keteledoran saya yang kurang memperhatikan unsur ini.

Karena itu, saya berusaha mendaftar buku-buku yang penuh ilustrasi/gambar yang mengangkat tema-tema menarik dan penting sesuai dengan visi SMA 3 Annuqayah. Asumsinya, pembaca pemula, yakni mereka yang belum akrab dengan buku, akan lebih mudah terpikat pada buku yang tidak kering dan bertabur ilustrasi. Apalagi gambarnya kemudian tersaji warna-warni.

Di bawah ini adalah daftar sementara buku yang berhasil saya temukan yang akan dipertimbangkan untuk dikoleksi. Saya menyusun tulisan ini dan menyiarkan daftar sementara buku yang akan dikoleksi dengan harapan akan mendapatkan dukungan pembaca baik dalam bentuk usulan daftar buku selain yang sudah disebut di sini atau siapa tahu ada yang sudi mendatang beberapa buku yang ada di daftar berikut untuk SMA 3 Annuqayah.

Berikut daftar sementara yang berhasil saya himpun:

Qur’anku Sahabatku 1-4, Afif Muhammad, DAR! Mizan.
Kisah Nyata 25 Nabi dan Rasul, M. Faizi, Indonesia Tera.
Karung Mutiara al-Ghazali, Hermawan & Jitet Koestana, KPG.
Biografi Imam Syafi’i, Tariq Suwaidan, Zaman.
Biografi Imam Malik, Tariq Suwaidan, Zaman.
Biografi Imam Abu Hanifah, Tariq Suwaidan, Zaman.
Biografi Imam Ahmad ibn Hanbal, Tariq Suwaidan, Zaman.
Seri Walisongo, Arman Arroisi, Rosda.
Gus Dur van Jombang, Heru Prasetia & Edi Jatmiko, Bentang Pustaka.
Soekarno, Tim Majalah Tempo, KPG.
Hatta, Tim Majalah Tempo, KPG.
Wahid Hasyim, Tim Majalah Tempo, Jakarta: KPG.
Wiji Thukul, Tim Majalah Tempo, Jakarta: KPG.
Munir: Novel Grafis, Sulaiman Said, KPG.
Palestina: Duka Orang-Orang Terusir 1-2, Joe Sacco, DAR! Mizan.
Nafsu Perang, Joel Andreas, Profetik.
Komik Riwayat Peradaban 1-3, Larry Gonick, KPG.
Mendeteksi Bias Berita, Heri Winarko, KLIK.
Quantum Learner, Bobbi DePorter, Kaifa.
Quantum Thinker, Bobbi DePorter, Kaifa.
Quantum Reader, Bobbi DePorter, Kaifa.
Quantum Writer, Bobbi DePorter, Kaifa.
Quantum Note-Taker, Bobbi DePorter, Kaifa.
Quantum Memorizer, Bobbi DePorter, Kaifa.
The Naked Traveler, Trinity, C Publishing.


Baca juga:
>> Tantangan Membaca 2.0
>> Perpustakaan Masuk Kelas


Read More..

Kamis, 07 Agustus 2014

Buku untuk Literasi di Sekolah


Program literasi di SMA 3 Annuqayah semakin diperkuat mulai tahun pelajaran 2013/2014 lalu. Sekolah merancang sejumlah program khusus yang beberapa di antaranya memperkuat program yang sudah terlaksana sebelumnya.

Ada satu program baru yang dicanangkan tahun lalu, yakni program wajib baca buku. Rencananya, sekolah akan mewajibkan semua siswa untuk membaca sejumlah buku dalam waktu satu tahun pelajaran. Adapun buku yang bisa dibaca untuk program ini sudah dipilih dan disediakan secara khusus oleh sekolah di tiap kelas (dalam program Perpus-dalam-Kelas).

Karena ternyata proses pemilihan buku dan pengadaannya cukup memakan waktu, akhirnya program ini tidak terlaksana. Namun begitu, 3 bulan sebelum tahun pelajaran 2013/2014 berakhir, SMA 3 Annuqayah telah membeli 22 judul buku terpilih yang semua berjumlah 218 eksemplar. Selain itu, sekolah juga membeli Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi terbaru sebanyak 9 eksemplar yang disebar ke tiap kelas. Sekolah juga menerbitkan Kisah Terpilih: Antologi Cerita Pendek yang merupakan proyek penerbitan cerpen-cerpen karya cerpenis terkemuka Indonesia lintas-dekade. Kisah Terpilih dicetak terbatas sebanyak 55 eksemplar dan disebar ke tiap kelas.

Meski program wajib baca tidak terlaksana, di akhir tahun pelajaran 2013/2014 lalu, SMA 3 Annuqayah sempat melaksanakan kegiatan “Tantangan Membaca”. Dalam waktu 30 hari antara 10 Mei hingga 10 Juni 2014, siswa SMA 3 Annuqayah ditantang untuk membaca paling sedikitnya 5 buku terpilih di antara 22 judul buku yang tersedia. Berikut ini daftar judul bukunya:

Buku Pilihan Program Wajib Baca dan Tantangan Membaca:
Annuqayah: Gerak Transformasi Sosial di Madura, Bisri Effendy, Jakarta: P3M.
Rahasia Perempuan Madura, A. Dardiri Zubairi, Surabaya: Andhap Asor.
Bilik-Bilik Cinta Muhammad, Nizar Abazhah, Jakarta: Zaman.
Perempuan, M. Quraish Shihab, Jakarta: Lentera Hati.
Wahid Hasyim, Tim Majalah Tempo, Jakarta: KPG.
Wiji Thukul, Tim Majalah Tempo, Jakarta: KPG.
Emak, Daoed Joesoef, Jakarta: Kompas.
Ganti Hati, Dahlan Iskan, Jakarta: Elex Media.
Alamku Tak Seramah Dulu, Aditya Dipta (ed.), Jakarta: YOI.
Greendeen, Ibrahim Abdul-Matin, Jakarta: Zaman.
Lumbung Pangan, Hira Jhamtani, Yogyakarta: Insist Press.
Terapi Berpikir Positif, Ibrahim Elfiky, Jakarta: Zaman.
Bekisar Merah, Ahmad Tohari, Jakarta: Gramedia.
Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis, Jakarta: YOI.
Pertemuan Dua Hati, Nh. Dini, Jakarta: Gramedia.
Sang Alkemis, Paulo Coelho, Jakarta: Gramedia.
Lukisan Kaligrafi, A. Mustofa Bisri, Jakarta: Kompas.
Totto-chan, Tetsuko Kuroyanagi, Jakarta: Gramedia.
Sheila, Torey Hayden, Bandung: Qanita.
Rabiah al-Adawiyah, Makmun Gharib, Jakarta: Zaman.
Keajaiban Istighfar, Qamaruddin SF, Jakarta: Zaman.
Usir Galau dengan Internet Sehat, Donny Bu, Yogyakarta: Andi Offset.


Alhamdulillah, meski dilaksanakan secara cukup mendadak dan waktunya juga di sela-sela pelaksanaan ujian semester, ada 11 siswa yang berhasil menuntaskan program “Tantangan Membaca” ini (termasuk menuliskan rangkuman/ulasan buku yang dibacanya), dan 8 di antaranya mempresentasikan satu buku hasil bacaannya secara lisan di sebuah forum yang difasilitasi sekolah.

Program “Tantangan Membaca” ini sebenarnya bukan hal baru di lingkungan sekolah. Kami mendengar program ini dari Satria Dharma, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang juga pegiat literasi, saat menjadi narasumber di SMA 3 Annuqayah beberapa bulan lalu dalam sebuah seminar literasi. Namun, kami memilih secara khusus daftar buku yang dimasukkan untuk program ini. Mirip dengan pengembangan program silent reading yang sudah dilaksanakan di banyak sekolah di Indonesia dengan cara memilih bacaan yang dikutip dari buku tertentu untuk program silent reading yang di SMA 3 Annuqayah disebut program Perpus-Masuk-Kelas. Dengan memilih buku yang bisa dibaca dan disebar ke tiap kelas, diharapkan siswa dapat diarahkan untuk membaca buku-buku tertentu yang sesuai dengan visi sekolah dan relatif bermutu.

Pemilihan buku yang tepat menurut saya menjadi salah satu kunci penting dalam mendorong minat baca. Karena itu, selain kesesuaian dengan visi sekolah dan mutu yang terjamin, kami berusaha untuk memilih buku yang secara relatif enak dibaca dan mudah dicerna. Demi membantu kemudahan siswa, sekolah menyediakan Kamus Besar Bahasa Indonesia di tiap kelas.

Selain wawasan perbukuan yang luas, tantangan dalam memilih buku untuk program ini adalah kesesuaian dengan kemampuan membaca siswa. Meski siswa di SMA 3 Annuqayah rata-rata memiliki pengalaman membaca buku yang sangat minim, kadang saya memberanikan diri untuk memasukkan buku yang mungkin relatif berat. Sebagai penjajakan, kami mengujicobakan ke beberapa siswa dengan secara proaktif meminjamkan buku tersebut untuk dibaca. Misalnya, saya pernah meminjamkan buku Dari Puncak Bagdad karya Tamim Ansary untuk dibaca siswa kelas XI SMA 3 Annuqayah. Juga novel Mushashi karya Eiji Yoshikawa. Alhamdulillah, ternyata dibaca tuntas.

Tantangan lainnya berupa ketersediaan buku. Tak jarang kami harus memfotokopi buku yang kami pilih karena buku tersebut sudah tidak dicetak oleh penerbit.

Tentu saja, dalam hal memilih buku, masukan dari berbagai pihak sangatlah membantu kami. Tak hanya rekan-rekan pencinta buku yang memberi masukan, bahkan AS Laksana turut mengapresiasi program ini dan sempat berdiskusi soal pilihan beberapa buku yang saya daftar. Lebih jauh, AS Laksana sempat menyebut program literasi di SMA 3 Annuqayah ini dalam sebuah esainya di rubrik Ruang Putih Jawa Pos edisi 29 Desember 2013.

Dalam program “Tantangan Membaca” yang dilaksanakan akhir tahun pelajaran 2013/2014 lalu, memang terlihat bahwa ada buku yang tampaknya belum atau jarang dicoba untuk dibaca siswa. Ini merupakan tantangan bagi kami sebagai penyelenggara untuk memikirkan bagaimana caranya agar buku tersebut bisa diminati.

Sebagai pengembangan dari program “Tantangan Membaca”, beberapa waktu lalu saya menggagas untuk mengembangkan program ini dalam sebuah program dengan nama “Tantangan Membaca 2.0”. Dalam versi baru, program ini menantang siswa untuk membaca sejumlah buku terpilih dalam satu tema tertentu. Diharapkan, pengalaman membaca secara terfokus seperti ini akan memberi pengalaman baru yang berbeda, mendorong semangat belajar siswa, dan mengarahkan siswa untuk menekuni bidang kajian tertentu.

Sejauh ini, ada 10 tema yang sudah terpilih, yakni: al-Qur’an, sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw., akhlak/tasawuf, pesantren, Madura, sejarah/tokoh, lingkungan hidup, jurnalistik, sastra Indonesia, dan sastra dunia.

Saat ini kami sedang menyusun daftar buku terpilih untuk kesepuluh tema ini. Saya memang tidak yakin bahwa semua buku yang ada dalam daftar ini dapat kami beli semua tahun ini, karena untuk soal pengadaan kami harus menyesuaikan dengan keterbatasan dana sekolah yang sejauh ini hanya mengandalkan pada dana BOS. Meski tidak terbeli semuanya tahun ini, saya pikir pekerjaan mendaftar buku ini akan bermanfaat. Paling tidak sebagai daftar keinginan. Pemilihan daftar ini saya pikir juga akan sangat berguna jika ada sekolah lain yang juga melaksanakan program literasi dan butuh rekomendasi daftar buku pilihan.

Saya berbagi daftar buku terpilih ini juga dengan maksud untuk mendapatkan dukungan dari para pembaca. Dukungan dapat berupa masukan atau usul tentang buku yang cocok untuk dimasukkan ke dalam daftar buku terpilih sesuai tema. Juga bisa terkait dengan pengadaan. Siapa tahu ada yang sudi membantu mencarikan di toko buku (tentu jika bisa dengan harga yang murah). Atau malah ada penerbit peduli literasi yang mau memberi potongan khusus untuk kami. (Alhamdulillah, dalam 2 tahun terakhir, Penerbit Serambi dan Zaman di Jakarta memberi kami diskon khusus setiap kali kami membeli buku-buku mereka). Atau ada yang mau menyumbang satu atau dua judul buku yang masuk di daftar ini. Atau ada yang mau membantu mencarikan bukunya untuk difotokopi jika ternyata buku tersebut sudah tidak tersedia lagi di toko buku.

Tentu saja, saya juga masih akan terus menghimpun daftar buku selain untuk kesepuluh tema ini. Namun, sementara, saya dahulukan untuk menyusun daftar buku untuk kesepuluh tema ini, dan nanti dalam pengadaannya saya mungkin harus kompromi dengan membelanjakan dana yang ada dengan fokus pada tema tertentu karena mungkin sulit untuk membeli semua buku dari sepuluh tema ini dalam waktu satu tahun pelajaran ini. Berikut ini daftar sementara buku terpilih untuk kesepuluh tema tersebut:

Tema al-Qur’an:
Tema Pokok al-Qur’an, Fazlur Rahman, Pustaka.
Mukjizat al-Qur’an, M. Quraish Shihab, Mizan.
Membumikan al-Qur’an, M. Quraish Shihab, Mizan.
Detik-Detik Penulisan Wahyu, Fathi Fawzi ‘Abdul Mu’thi, Zaman.
Al-Lubab (Al-Fatihah dan Juz ‘Amma), M. Quraish Shihab, Lentera Hati.
Wanita-Wanita al-Qur’an, Fathi Fawzi ‘Abdul Mu’thi, Zaman.
Al-Qur’an dan Lautan, Agus S. Djamil, Arasy.

Tema Sejarah Nabi Muhammad:
Muhammad, Martin Lings, Serambi.
Khadijah: The True Love Story of Muhammad, Abdul Mun’im Muhammad, Penerbit Pena.
Sayidah Aminah, ‘Aisyah Abdurrahman binti Syathi’, Lentera.
Pribadi Muhammad, Nizar Abazhah, Zaman.
Bilik-Bilik Cinta Muhammad, Nizar Abazhah, Zaman.
Ketika Nabi di Kota, Nizar Abazhah, Zaman.
Muhammad: Rasul Zaman Kita, Tariq Ramadan, Serambi.
Dan Muhammad adalah Utusan Allah, Annemarie Schimmel, Mizan.

Tema Akhlak/Tasawuf:
Buku Saku Olah Jiwa, al-Hakim al-Tirmidzi, Zaman.
Al-Hikam, Ibnu Athaillah, Zaman.
Nashaihul Ibad, Syekh Nawawi al-Bantani, Pustaka Turos.
Obrolan Sufi, Robert Frager, Zaman.
Pencerah Matahati, Muzaffer Ozak, Serambi.
Rabiah al-Adawiyah, Makmun Gharib, Zaman.
Jalan Cinta Rumi, Nigel Watts, Gramedia.
Keajaiban Istighfar, Qamaruddin SF, Zaman.
Tobat itu Nikmat, Asy’ari Khatib, Zaman.
Jiwaku Adalah Wanita, Annemarie Schimmel, Mizan.
Perjalanan Menuju Keabadian, M. Quraish Shihab, Lentera Hati.
Tafsir Kebahagiaan, Jalaluddin Rakhmat, Serambi.
Dengarkan Hatimu Berbisik, Muhammad Kuswandi, Zaman.

Tema Pesantren:
Annuqayah: Gerak Transformasi Sosial di Madura, Bisri Effendy, P3M.
Guruku Orang-Orang Pesantren, Saifuddin Zuhri, LKiS.
Berangkat dari Pesantren, Saifuddin Zuhri, LKiS.
Wahid Hasyim, Tim Majalah Tempo, KPG.
Kiai Nyentrik Membela Pemerintah, Abdurrahman Wahid, LKiS.
Tradisi Pesantren, Zamakhsyari Dhofier, LP3ES.
Pembaruan Pesantren, Abd. A’la, LKiS.
Bilik-Bilik Pesantren, Nurcholish Madjid, Paramadina.

Tema Madura:
Sejarah Madura: Selayang Pandang, Abdurrahman.
Madura dalam Empat Zaman, Hubb de Jong, Gramedia.
Madura 1850-1940: Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris, Kuntowijoyo, MataBangsa.
Carok, A. Latief Wiyata, LKiS.
Manusia Madura, Mien A. Rifai, Pilar Media.
Rahasia Perempuan Madura, A. Dardiri Zubairi, Andhap Asor.

Tema Sejarah/Tokoh:
Atlas Walisongo, Agus Sunyoto, Pustaka IIMaN.
Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan, Slamet Muljana, LKiS.
1000 Tahun Nusantara, Tim Kompas, Kompas.
Soekarno, Tim Tempo, KPG.
Hatta, Tim Tempo, KPG.
Dari Puncak Bagdad: Sejarah Dunia versi Islam, Tamim Ansary, Zaman.
100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia, Michael Hart, Noura Books.
100 Muslim Paling Berpengaruh Sepanjang Masa, Muhammad Majlum Khan, Noura Books.

Tema Lingkungan Hidup:
Alamku Tak Seramah Dulu, Aditya Dipta (ed.), YOI.
Greendeen, Ibrahim Abdul-Matin, Zaman.
Lumbung Pangan, Hira Jhamtani, Insist Press.
Dari Ladang Sampai Kabinet: Menggugat Nasib Petani, JA Noertjahyo, Kompas.
Paradigma Baru Pembangunan Pertanian, Loekman Soetrisno, Kanisius.

Tema Jurnalistik:
Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, Luwi Ishwara, Kompas.
Seandainya Saya Wartawan Tempo, Bambang Bujono & Toriq Hadad, ISAI.
Kalimat Jurnalistik, AM Dewabrata, Kompas.
Cerita di Balik Dapur Tempo, Tim Majalah Tempo, KPG.
Jurnalisme Investigasi, Dandhy Dwi Laksono, Kaifa.
Jurnalisme Sastra, Andreas Harsono (ed.), KPG.
Citizen Journalism, Pepih Nugraha, Kompas.
Blur, Bill Kovach, Dewan Pers.

Tema Sastra Indonesia:
Arus Balik, Pramoedya Ananta Toer, Hasta Mitra.
Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari, Gramedia.
Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Kuntowijoyo, Pustaka Firdaus.
Orang-Orang Bloomington, Budi Darma, Sinar Harapan.
Seribu Kunang-Kunang di Manhattan, Umar Kayam, Grafiti.
Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis, YOI.
Lukisan Kaligrafi, A. Mustofa Bisri, Kompas.
Saksi Mata, Seno Gumira Ajidarma, Bentang Pustaka.
Tarian Bumi, Oka Rusmini, Tera.
Blok, Putu Wijaya, Pustaka Firdaus.
Murjangkung, AS Laksana, GagasMedia.
Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh, Dee, Bentang Pustaka.

Tema Sastra Dunia:
Pangeran Kecil, Antoine de Saint-Exupery, Gramedia.
Sampar, Albert Camus, Pustaka Jaya.
Musashi, Eiji Yoshikawa, Gramedia.
Lorong Midaq, Naguib Mahfouz, YOI.
Dr. Zhivago, Boris Pasternak, Narasi.
Ibunda, Maxim Gorky, Kalyanamitra.
Lelaki Tua dan Laut, Ernest Hemingway, Serambi.
To Kill a Mockingbird, Harper Lee, Qanita.
100 Tahun Kesunyian, Gabriel Garcia Marques, Bentang Pustaka.
In Cold Blood, Truman Capote, Bentang Pustaka.
Sang Alkemis, Paulo Coelho, Gramedia.
Kisah Pi, Yann Martel, Gramedia.


Baca juga:
>> Tantangan Membaca 2.0
>> Penerbit Peduli Literasi
>> Perpustakaan Masuk Kelas
>> Kerangka Acuan Program Literasi SMA 3 Annuqayah 2013/2014



Read More..

Selasa, 05 Agustus 2014

Tantangan Membaca 2.0


Sejak bertugas sebagai kepala sekolah di SMA 3 Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, mulai bulan Agustus 2010, saya berusaha memperkuat visi sekolah di bidang literasi (membaca dan menulis). Beberapa program untuk mendorong siswa gemar membaca dan menulis telah dirancang dan dilaksanakan. Di antaranya program Perpus-Masuk-Kelas, Perpustakaan-dalam-Kelas, bimbingan menulis berita atau menjadi pewarta warga untuk blog sekolah, dan sebagainya.

Pada akhir tahun pelajaran 2013/2014 lalu, kami sempat meluncurkan program baru yang bernama “Tantangan Membaca”. Dalam rentang waktu antara 10 Mei 2014 sampai dengan 10 Juni 2014, siswa SMA 3 Annuqayah ditantang untuk membaca minimal 5 buku terpilih dari 22 judul yang tersedia di perpustakaan dalam kelas masing-masing. Siswa membuktikan ketuntasan membacanya dengan menulis ulasan/rangkuman buku yang dibaca sedikitnya satu halaman kuarto.

Siswa yang berhasil memenuhi tantangan ini dan menuliskan ulasan/rangkuman buku yang dibacanya kemudian mendapatkan sertifikat dari sekolah. Lebih dari itu, siswa yang memaparkan hasil bacaannya dalam forum terbatas yang difasilitasi sekolah kemudian mendapatkan penghargaan tambahan berupa buku bacaan.

Meski pemberitahuan program ini cukup mendadak dan waktu pelaksanaannya cukup terbatas dan bahkan 10 hari di antaranya merupakan hari pelaksanaan ujian semester, ternyata ada 11 orang siswa yang berhasil menuntaskan program ini (jumlah siswa kelas X, XI, dan XII SMA 3 Annuqayah di bulan Mei 2014 adalah 198 siswa). Delapan siswa di antaranya memaparkan hasil bacaannya dalam forum terbatas setelah pelaksanaan ujian semester. Selain kesebelas siswa tersebut, saya mendapatkan laporan bahwa sebenarnya cukup banyak siswa lainnya yang juga turut membaca beberapa buku namun mereka kesulitan menulis ulasan atau rangkumannya. Karena itu, mereka tidak mendaftarkan diri kepada ketua kelas masing-masing sebagai siswa yang telah menyelesaikan program “Tantangan Membaca” ini.

Setelah menyiapkan dan memantau langsung pelaksanaan program ini, mulai dari tahap pemilihan buku bacaan yang kemudian disebar di tiap kelas hingga pelaksanaan pemaparan hasil bacaan oleh siswa, saya mencatat beberapa hal sebagai evaluasi.

Pertama, secara umum, kebanyakan siswa—untuk tidak mengatakan semuanya—belum memiliki kebiasaan membaca buku yang baik. Karena itu, perlu ada bimbingan khusus tentang bagaimana cara mencerna buku yang baik (dan cepat). Demikian pula, siswa perlu dibekali keterampilan yang sifatnya praktis dan lepas (bahkan sifatnya bisa personal) tentang bagaimana mengulas sebuah buku. Untuk kedua hal ini, sekolah harus memprogram pelatihan mencerna buku (digesting) dan meresensi buku untuk semua siswa.

Kedua, siswa perlu belajar cara memaparkan gagasan secara lisan dengan baik agar gagasan yang disampaikan lebih mudah dipahami pendengar. Untuk masalah ini, sekolah perlu memberi materi semacam pelatihan tentang teknik presentasi. Ketiga, perlu ada layanan yang siap membimbing siswa bila saat membaca buku ada kesulitan atau hal yang ingin ditanyakan. Keempat, perlu adanya dukungan yang lebih kuat dari guru dan wali kelas untuk mendorong agar siswa mau mengikuti program ini.

Terlepas dari berbagai kekurangan yang ditemukan di lapangan, saya sangat tertarik untuk terus mendukung dan mengembangkan program ini. Selain penambahan koleksi buku terpilih untuk dimasukkan dalam program ini yang kemudian disebar di tiap kelas, saya berpikir untuk mengarahkan program ini agar siswa membaca buku secara lebih terfokus.

Maka mulai tahun pelajaran 2014/2015 ini, saya terpikir untuk menyiapkan dan meluncurkan program “Tantangan Membaca 2.0”. Sambil tetap mempertahankan model yang lama, kecuali soal jumlah buku dan waktu yang diberikan, dalam versi baru, program ini akan menantang siswa untuk membaca sejumlah buku dalam kategori tema yang sama. Misalnya, “Tantangan Membaca” untuk buku-buku bertema sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw. Saya akan memilih sejumlah buku dalam tema ini yang mencakup aneka pembahasan yang kira-kira mewakili berbagai segi kehidupan Nabi untuk kemudian ditawarkan kepada siswa yang berminat. Untuk tema ini, misalnya, sementara yang sudah terbayang dalam benak saya antara lain buku Muhammad karya Martin Lings, Pribadi Muhammad karya Nizar Abazhah, Bilik-Bilik Cinta Muhammad karya Nizar Abazhah, Khadijah: The True Love Story of Muhammad karya Abdul Mun’im Muhammad, Ketika Nabi di Kota karya Nizar Abazhah, Muhammad: Rasul Zaman Kita karya Tariq Ramadan, Dan Muhammad adalah Utusan Allah karya Annemarie Schimmel.

Tema apa saja yang akan ditawarkan? Sesuai dengan semangat program literasi di SMA 3 Annuqayah, tema yang ditawarkan adalah terutama tema-tema yang menjadi visi pengembangan strategis SMA 3 Annuqayah dan dengan mempertimbangkan ketersediaan buku bermutu dalam tema serumpun yang kira-kira bisa dicerna siswa setingkat SMA/MA. Hingga saat ini, yang terbayang dalam benak saya adalah tema al-Qur’an, sejarah kehidupan Nabi Muhammad, akhlak/tasawuf, kepesantrenan dan Islam Nusantara, lingkungan hidup, Madura, jurnalisme, tokoh/sejarah, dan sastra.

Sekarang, saya sedang berusaha menyusun daftar buku terpilih untuk beberapa tema ini. Seperti halnya saat memilih daftar buku terpilih yang dibeli tahun pelajaran lalu yang menghabiskan dana lebih dari 10 juta rupiah, pekerjaan memilih buku yang bagus dan bisa dicerna siswa setingkat SMA/MA ini bukan perkara mudah.

Saya berpikir bahwa dengan membaca buku secara terfokus, pengalaman membaca siswa pasti akan memberi manfaat yang lebih baik. Saya berpikir bahwa bisa jadi himpunan informasi yang dikumpulkan siswa dari sejumlah buku dalam satu tema itu nantinya akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan atau gugus gagasan yang membuka penjelajahan lebih lanjut. “Tantangan Membaca 2.0” menurut saya mungkin bisa menjadi pemicu bagi lahirnya para pembelajar mandiri yang punya semangat meneliti. Agar lebih efektif, saya pikir dalam proses mencerna buku-buku yang masuk dalam daftar, siswa perlu mendapatkan bimbingan khusus, misalnya tentang sebaiknya buku apa yang pertama kali dibaca, dan sebagainya.

Gagasan tentang “Tantangan Membaca 2.0” ini muncul bulan Ramadan lalu. Dengan menuliskan gagasan itu di sini, saya berharap ada masukan dari siapa saja yang sekiranya dapat membantu segera terwujudnya program ini atau semakin baiknya program ini.

Semoga Allah meridai.


Baca juga:
>> Menyemarakkan Semangat Membaca dan Menulis di Sekolah
>> Kerangka Acuan Program Pengembangan Literasi SMA 3 Annuqayah Tahun Pelajaran 2013/2014


Read More..