Senin, 16 April 2001

Memaknai Chaos dalam Zona Kebimbangan

Judul Buku: Sebuah Dunia yang Menakutkan: Mesin-Mesin Kekerasan dalam Jagat Raya Chaos
Penulis: Yasraf A. Piliang
Penerbit: Mizan, Bandung
Cetakan: Pertama, 2001
Tebal: 358 halaman


Langit Indonesia saat ini sedang diselimuti oleh kabut ketidakpastian dan cuaca ketidakadaan putusan sebagai bagian dari iklim transisi. Meminjam pemikiran Henzel Henderson, Indonesia saat ini sedang berada dalam zona kebimbangan (befurcation), setelah melewati zona kemacetan dan krisis (breakdown zone).
Zona kebimbangan ditandai dengan turbulensi sosial dan chaos yang menyebar di mana-mana, seiring dengan pecahnya sumber kekuasaan Orde Baru pada zona sebelumnya. Itulah ledakan eksplosif yang berhasil menebar partikel-partikel kekuasaan ke seantero tubuh masyarakat. Itulah ledakan yang kemudian mengundang seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam arus implosif, arus perebutan kekuasaan yang baru saja tumbang.
Kedua proses yang bersifat sambung-menyambung tersebut ditandai dengan bentrokan dan pertikaian antar-kelompok yang berusaha mempertahankan teritorial kekuasaannya—termasuk sisa-sisa elit penguasa lama (Orde Baru). Lahirlah hantu teror, kerusuhan, penjarahan, pembantaian, provokator, dan chaos yang mendatangkan kegelisahan dan kecemasan luar biasa. Inilah paradoks reformasi: ketika euforia keterpesonaan, kegembiraan, dan kegairahan tiba-tiba berganti wajah menjadi histeria kepanikan akibat menjamurnya kekerasan.
Tidakkah itu semua merupakan warisan yang ditinggalkan rezim Orde Baru pada bangsa Indonesia? Memang tak dapat disangkal bahwa tumbangnya Orde Baru tidak serta merta berarti musnahnya segenap cara dan pola kerja Orde Baru. Apalagi praktik-praktik kekerasan ala Orde Baru telah sanggup menyelimuti semua wilayah kesadaran masyarakat. Kekerasan dan teror rezim Orde Baru tidak hanya kekerasan fisik, tapi juga tercermin dalam bentuk kekerasan politik, kekerasan, ekonomi, kekerasan media, kekerasan simbol, kekerasan kultural, dan sebagainya. Karena itu, Negara Orde Baru sebenarnya adalah sebuah Mesin Besar yang tidak lain adalah “mesin horor” (horror machine) itu sendiri.
Sebagai sebuah “mesin horor” raksasa, kejahatan dan teror yang dilakukan Orde Baru bukan suatu bentuk kriminalitas biasa, akan tetapi pantas disebut sebuah metakriminalitas, karena ia dilakukan oleh para penegak hukum itu sendiri. Kejahatan pada masa Orde Baru telah berselingkuh dengan kekuasaan, sehingga ia menjadi suatu kejahatan yang sempurna (perfect crime). Lebih buruk lagi, mesin teror Orde Baru menularkan kejahatannya ke sekujur tubuh masyarakat. Itulah parasit yang akhirnya menggerogoti seluruh sistem negara ini—hukum, keamanan, agama, dan sebagainya.
Parasit-parasit sistemik itulah yang kini sedang beraksi menabur kecemasan di segala penjuru. Dalam pengamatan Yasraf—penulis buku ini—parasit-parasit itu kadang-kadang cukup berhasil menyemai benih parasit lainnya, seperti terlihat dengan munculnya partai-partai semu yang siap menjadi sebuah kekuatan horor baru di masyarakat.
Persoalannya adalah bagaimana sebaiknya bangsa Indonesia menyikapi situasi chaos yang melahirkan sebuah tatanan yang menakutkan ini? Cukupkah kecemasan dirawat dalam kesadaran, tanpa ada usaha lain yang lebih positif?
Menurut Yasraf, dalam zona kebimbangan chaos dan kegelisahan adalah sesuatu yang amat wajar. Hanya saja masyarakat selama ini memandang chaos dan kegelisahan secara negatif. Padahal, chaos bagi Yasraf adalah semacam peluang untuk menunjukkan kreativitas-dialektis, etos kerja, persaingan, dan produktivitas bangsa Indonesia dalam menyudahi krisis dan kebimbangan ini.
Saat ini seluruh elemen bangsa harus segera mengambil keputusan untuk rancangan masa depan Indonesia. Kegelisahan harus mendorong lahirnya suatu penjelajahan kreatif untuk mencipta suatu kondisi yang lebih baik.
Di bagian akhir buku ini Yasraf mengajukan beberapa tawaran menarik yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi rancangan skenario masa depan bangsa. Menurut Yasraf harus segera dilakukan dekonstruksi kultural terhadap semua peninggalan Orde Baru, untuk kemudian merekonstruksi kembali semangat kultur masyarakat beradab dengan terobosan-terobosan baru yang inovatif. Status quo harus disingkirkan, termasuk juga mesin hasrat (desire) tak terkendali yang menjadi motor kekuatan lama. Yang perlu dibangun adalah keterbukaan (inklusifitas) dan semangat cinta kasih terhadap sesama.
Dengan gaya bertutur yang khas Yasraf menyajikan sebuah potret sejarah gelap bangsa Indonesia selama masa Orde Baru. Perspektif humaniora dan kebudayaan yang digunakan cukup berhasil mengangkat sisi-sisi kemanusiaan yang menjadi akar persoalan bangsa ini. Buku ini juga kaya dengan tamsil-tamsil cerdas dengan dasar teori-teori pemikir post-struktural terkemuka.

0 komentar: