Senin, 13 November 2000

Paradigma Iman yang Membebaskan

Judul Buku: Teologi Pembebasan: Sejarah, Metode, Praksis, dan Isinya
Penulis: Fr. Wahono Nitiprawiro
Penerbit: LKiS, Yogyakarta
Cetakan: Pertama, September 2000
Tebal: l + 171 halaman


Agama adalah salah satu institusi sosial yang selalu diharapkan terlibat secara aktif mendukung proses transformasi sosial. Tuntutan ini mau tidak mau harus diakomodasi oleh agama, karena agama sering mengklaim sebagai pengusung nilai kedamaian, keadilan, dan kesetaraan. Ironisnya, fakta sosial yang terjadi ternyata bersifat paradoks. Di berbagai belahan penjuru dunia, agama menjadi pemicu berbagai konflik sosial.
Setting sosial masyarakat juga semakin menantang peran agama untuk menegaskan visi pembebasannya bagi masyarakat. Globalisasi ekonomi dan sosial-politik yang disponsori oleh proyek developmentalisme dan kapitalisme-global ternyata menerbitkan struktur sosial yang timpang: jurang kesenjangan yang semakin menganga, ketergantungan dunia ketiga kepada negara maju; sehingga pada tahap tertentu menghasilkan suatu kekerasan sosial yang terstruktur (institutionalized violence).
Dalam pengantarnya, Romo Wahono menegaskan bahwa teologi pembebasan semakin relevan untuk diperbincangkan terutama dalam rangka mensiasati gelombang globalisasi. Perspektif teologi pembebasan dalam melihat struktur sosial yang pincang akibat globalisasi dan ideologi pembangunan tersebut diletakkan dalam kerangka dosa sosial agama. Artinya, dalam teologi pembebasan dosa tidak semata-mata dilihat dalam kerangka individu, tetapi dilihat sebagai konsekuensi logis dari struktur sosial, politik, ekonomi, budaya, dan agama.
Karena itu, teologi pembebasan menyerukan untuk mengedepankan praksis sosial yang lebih konkret dengan komitmen keberpihakan kepada kelompok yang tertindas. Teologi pembebasan berusaha menghubungkan antara teori dan praksis dalam terang historisitas nilai dan norma agama. Berbeda dengan model teologi "konvensional", teologi pembebasan selalu mengusahakan agar kegiatan berteologi merupakan kegiatan men-"teori"-kan praksis agar dapat menghasilkan praksis yang semakin intens dan baru.
Secara historis, teologi pembebasan lahir di kawasan Amerika Latin pada dekade 1960-an. Kondisi sosial di kebanyakan negara-negara Amerika Latin ketika itu adalah keterjajahan ekonomi oleh borjuasi dan birokrasi negara setempat dengan dukungan negara-negara Amerika Utara dan negara-negara maju. Menghadapi situasi sosial yang demikian, beberapa aktivis Gereja Katolik bergerak bersama-sama rakyat (tertindas) melawan rezim diktator yang represif.
Perbedaan antara teologi pembebasan khas Amerika Latin dari teologi "konvensional" dari Amerika Utara dan Eropa terutama terletak dalam metode yang dipergunakan. Teologi Eropa dan Amerika Utara bertolak dari metode transendental Immanuel Kant, sedangkan teologi pembebasan bertolak dari metode transformasi Karl Marx. Yang pertama bekerja dengan berusaha memuaskan akal budi dengan menentukan kondisi-kondisi apriori dalam berteologi, kemudian diikuti dengan tindakan sesuai dengan iman yang telah dimengerti tadi. Sementara yang terakhir berusaha merefleksikan praksis tertentu dalam sejarah di bawah sinaran ajaran-ajaran agama.
Dari hal ini terlihat nilai lebih teologi pembebasan Amerika Latin tinimbang teologi Eropa dan Amerika Utara. Dalam teologi pembebasan, ada semacam mekanisme kritik internal yang memungkinkan tersedianya ruang kritis untuk memperbarui praksis pembebasan yang dilakukan. Sedangkan dalam teologi Eropa dan Amerika Utara, karena sisi praksis tidak ditekankan, ada kecenderungan bahwa teologi hanya akan menjadi ideologi yang semakin memantapkan status quo.
Teologi pembebasan sama sekali tidak menghendaki cara-cara kekerasan. Keberatan yang selama ini diajukan adalah bahwa teologi pembebasan kadangkala melahirkan praktik kekerasan. Menurut Romo Wahono, teologi pembebasan semestinya mengusahakan umat keluar dari belenggu penindasan ekonomi, hantu kekerasan yang melembaga, dan pembebasan dosa yang memungkinkan manusia dapat bersekutu dengan Tuhan dan semua manusia.
Teologi pembebasan pada dasarnya adalah kritik terhadap struktur agama yang bungkam berhadapan dengan struktur sosial yang tidak adil. Upaya untuk merumuskan dan mempraktikkan teologi pembebasan, karena itu, adalah upaya untuk mengingatkan kalangan agamawan untuk semakin menegaskan peran sosialnya dalam masyarakat, tanpa harus terjebak dalam sikap fanatisme sempit atau praktik politisasi agama.

0 komentar: